Setiap hari
Jumat pagi setelah berdo’a dan sholat dhuha bersama siswa MI TAAT Wedung Demak
Jawa tengah selalu Tahlilan di Masjid Besar
Al Falah Wedung Demak untuk mengirim do’a para tokoh Pendiri NU khususnya di
Kec. Wedung, Pengurus Yayasan, Bapak ibu Guru dan ahli kubur yang telah meninggal
dunia. Berbeda pada hari Jum’at (9/8/19) pembacaan Tahlil di khususkan Syaikhona
KH. Maimun Zubair (Musytasyar PBNU) atau Mbah Moen yang wafat di Mekah, Arab
Saudi, Selasa (6/8/2019), dalam usia 90 tahun.
Wafatnya
Mbah Moen tentu menjadi kehilangan besar bagi warga Nahdliyin. Rais Syuriyah
PBNU, KH Ahmad Ishomuddin, menyebut sang kiai sebagai sosok yang patut
diteladani dengan segala sifat dan sikap kebajikannya. “Beliau salah seorang
waratsatul anbiya' (pewaris para nabi) yang tentu dalam banyak hal pasti meniru
Rasulullah SAW. Beliau adalah orang yang zuhud, sabar, penyayang, santun,
tegas, banyak bersyukur, rendah hati, bijaksana, dan sebagainya. Banyak akhlak
terpuji yang bisa diteladani ada pada beliau,” sebutnya di website NU.
Banyak
kenangan sangat berarti di benak siapapun yang mengenal ulama karismatik KH
Maimoen Zubair. Terlebih bagi keluarganya. KH Muhammad Idror, putranya,
mengungkapkan bahwa abahnya itu sangat berharap Indonesia menjadi negeri yang
memberikan teladan.
“Ingin
Indonesia menjadi uswah di garis terdepan membawa rahmatan lil alamin,” katanya
saat acara Rosi bertemakan Mengenang Mbah Moen yang ditayangkan di Kompas TV
pada Kamis (8/8) malam.
Hal
yang terngiang dari sosok beliu adalah didikannya tentang menjaga kedamaian
demi memajukan bangsa dan negara.
“Ajaran
beliau yang paling penting yaitu didikan beliau tentang kedamaian, persatuan
umat, dan memajukan Indonesia. itu secara umum,” jelasnya.
Seperti
para kiai sebelumnya, Mbah Moen ingin meninggal dan dikebumikan di Kota Suci
Makkah.
“Memang beliau ini seperti banyak kiai
sebelumnya, sebagian ulama ingin cita-citanya pengen wafat di sana,” KH
Muhammad Idror
Tidak ada komentar:
Posting Komentar